Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 09 Oktober 2025

Petani Mogok Panen, PPUKI Desak Gubernur Lampung Tetapkan Aturan Harga Singkong

Oleh Siti Khoiriah

Berita
Ketua PPUKI Provinsi Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung – Aksi mogok panen dan pencabutan singkong meluas di kalangan petani Lampung. Mereka menahan pasokan ke pabrik sebagai bentuk protes terhadap anjloknya harga dan tingginya potongan kadar air. Di tengah gejolak ini, Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) mendesak Gubernur Lampung segera menetapkan regulasi hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Harga Acuan Pembelian (HAP) singkong.

Ketua PPUKI Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, mengatakan langkah tersebut mendesak untuk memberikan kepastian harga di tingkat petani. Menurutnya, tanpa payung hukum yang jelas, harga singkong terus berfluktuasi dan kerap ditentukan sepihak oleh pelaku industri.

“Selama ini petani tidak punya pegangan. Harga ditentukan pabrik, sementara kebijakan pemerintah sifatnya hanya instruksi. Kami minta Gubernur segera mengeluarkan Perda atau Pergub supaya ada dasar hukum yang mengikat,” ujar Dasrul, Kamis (9/10/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan keputusan terbaru Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, pemerintah pusat tidak lagi menetapkan harga nasional singkong. Kewenangan penetapan harga diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun, kebijakan ini menimbulkan kebingungan di daerah karena singkong tidak termasuk kategori “pangan lokal” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pangan.

“Kalau di Papua, sagu bisa ditetapkan harganya karena itu pangan lokal. Tapi di Lampung, singkong bukan untuk konsumsi harian, melainkan bahan baku industri. Jadi, perlu ada aturan tersendiri dari pemerintah daerah,” jelas Dasrul.

Ia menambahkan, meski pemerintah pusat sudah dua kali mengeluarkan harga acuan pembelian singkong, kebijakan tersebut tidak efektif. Upaya penetapan harga yang pernah dilakukan oleh Pj Gubernur Samsudin maupun Gubernur Rahmat Mirzani Djausal pun gagal berjalan karena tidak memiliki kekuatan hukum.

“Menteri sudah dua kali menetapkan harga, gubernur juga sudah coba tindak lanjuti. Tapi karena tidak ada dasar hukum, akhirnya pabrik tidak patuh. Yang sempat ikut pun kembali ke kebijakan lama,” tegasnya.

Kondisi ini mendorong para petani mengambil langkah drastis dengan menghentikan aktivitas panen dan pencabutan singkong. Aksi ini diharapkan mampu menekan pabrik agar menurunkan potongan kadar air yang sebelumnya mencapai 45 persen.

“Sekarang potongan mulai turun. Di pabrik Sinar Laut sudah 37 persen, dan di BW juga mulai menyesuaikan. Mogok ini akan terus dilakukan sampai ada kejelasan harga yang adil,” ungkap Dasrul.

PPUKI menegaskan, penerbitan Perda atau Pergub tentang harga acuan singkong menjadi solusi jangka panjang agar hubungan antara petani dan pelaku industri lebih seimbang. Dengan adanya regulasi resmi, harga dapat dikendalikan secara adil, dan petani tidak lagi dirugikan oleh kebijakan sepihak.

“Selama ini hanya surat instruksi, tidak ada kekuatan hukum. Kami berharap Gubernur Lampung segera membuat aturan resmi supaya petani punya kepastian, dan industri pun punya pedoman harga yang jelas,” pungkasnya. (*)



Editor Sigit Pamungkas