Berdikari.co, Tanggamus – Tiga kepala kamar di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotaagung diduga positif menggunakan narkoba usai menjalani tes urine mendadak dalam razia internal. Temuan ini memicu keprihatinan publik dan desakan agar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) turun tangan melakukan penegakan hukum secara tegas dan transparan.
Kepala Pengamanan Rutan Kotaagung, Benri, membenarkan adanya hasil pemeriksaan awal yang menunjukkan indikasi penggunaan narkoba oleh tiga kepala kamar berinisial JK (Kepala Kamar A5), AG, dan RL.
“Masih dalam proses berita acara pemeriksaan. Kami akan sampaikan hasilnya setelah semua selesai,” kata Benri, Kamis (23/10/2025).
Ia menambahkan, pihak Rutan tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menelusuri asal-usul barang haram tersebut. Razia dan tes urine dilakukan secara acak sebagai bagian dari upaya menjaga lingkungan Rutan agar bebas dari narkoba dan minuman keras.
Sumber internal Rutan menyebutkan, selain tiga kepala kamar yang diduga mengonsumsi narkoba, petugas juga mendapati sejumlah penghuni rutan menggunakan minuman keras. “Kalau yang positif narkoba tiga orang, tapi yang kedapatan minum cukup banyak,” ungkap sumber tersebut.
Kepala Rutan Kotaagung, Enang Iskandi, belum memberikan keterangan resmi mengenai langkah disipliner terhadap para petugas yang terlibat.
Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Ketua Perguruan Paku Banten, Mas Anom, menilai dugaan keterlibatan petugas dalam penyalahgunaan narkoba merupakan bentuk pengkhianatan terhadap tugas dan tanggung jawab negara.
“Rutan seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan tempat pesta narkoba. Kalau terbukti, mereka harus diproses tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Mas Anom juga meminta agar penegakan hukum dilakukan secara terbuka dan tidak berhenti di tingkat bawah. “Bersihkan dari akar sampai pucuknya. Masyarakat sudah jenuh dengan janji tanpa tindakan nyata,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Analisis Kebijakan Publik (LANKIP) Tanggamus, Panroyen, menilai kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal di lingkungan pemasyarakatan. Ia mendesak agar dilakukan audit menyeluruh oleh Kemenkumham untuk memastikan tidak terjadi pembiaran sistemik.
“Rutan adalah cermin negara dalam membina pelanggar hukum. Kalau petugasnya saja menyimpang, berarti sistem pembinaannya sudah rusak,” kata Panroyen.
Desakan masyarakat ini muncul di tengah fakta bahwa Rutan Kotaagung sebenarnya telah menjalin kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Tanggamus dalam program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Kerja sama tersebut ditandatangani pada Februari lalu sebagai komitmen mewujudkan Rutan Bersinar atau Bersih dari Narkoba.
Namun, berbagai kalangan menilai upaya tersebut belum berjalan efektif. “Kalau kerja sama hanya berhenti di atas kertas, hasilnya tidak akan ada. Yang dibutuhkan sekarang adalah tindakan nyata dan pengawasan ketat,” ujar Mas Anom.
Masyarakat berharap kasus ini menjadi momentum pembenahan total di lingkungan pemasyarakatan. Rutan, kata mereka, harus kembali ke fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pemulihan moral, bukan justru menjadi sarang pelanggaran hukum. (*)