Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 27 Oktober 2025

Pengamat Sarankan Buka Kanal Pengaduan Publik Soal Kios Pupuk Nakal

Oleh Redaksi

Berita
Pengamat Pertanian Universitas Lampung (Unila), Teguh Endaryanto. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Pertanian Universitas Lampung (Unila), Teguh Endaryanto, meminta pemerintah daerah harus bergerak cepat menindaklanjuti temuan kios pupuk nakal di Lampung agar praktik kecurangan tidak semakin meluas.

"Sinkronisasi harga di lapangan harus segera dilakukan. Semua kios wajib menempelkan daftar HET baru yang sudah turun 20 persen sejak 22 Oktober 2025. Jangan ada lagi alasan tidak tahu,” kata Teguh, Minggu (26/10/2025).

Ia mengatakan, sejumlah langkah perlu segera dijalankan oleh pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum dan BUMN pupuk agar tata kelola distribusi pupuk bersubsidi kembali tertib.

Pertama, melakukan sinkronisasi HET di seluruh kios dengan pemasangan stiker atau papan harga resmi di tempat yang mudah terlihat.

Kedua, menggelar operasi gabungan dan uji petik harga dengan melibatkan Satgas Pangan Polda, Dinas Pertanian kabupaten/kota, dan Pupuk Indonesia. Jika ditemukan pelanggaran, harus langsung diberikan sanksi berupa penghentian alokasi pupuk atau pemutusan kerjasama kios.

Ketiga, memisahkan biaya jasa antar dari harga pupuk. Kios yang menawarkan layanan antar wajib membuat kuitansi terpisah agar tidak mempengaruhi harga jual pupuk di atas HET.

Keempat, membuka kanal pengaduan publik serta merilis daftar kios tertib dan bandel secara berkala di setiap kabupaten. Langkah ini, kata Teguh, akan memberi efek jera bagi pelaku pelanggaran.

Kelima, melakukan penataan ulang jaringan distribusi di wilayah rawan pelanggaran dengan menunjuk pengecer baru agar tercipta kompetisi sehat dan menekan potensi penyimpangan.

"Selain itu edukasi kepada petani terkait HET baru melalui penyuluh pertanian, grup WhatsApp gapoktan, maupun baliho di pasar tani,” tegasnya.

Menurutnya, dasar hukum untuk menindak kios yang melanggar sebenarnya sudah jelas tertuang dalam Permendag Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi serta Permentan Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tata Kelola Subsidi.

"Aturan sudah sangat lengkap. Tinggal bagaimana komitmen pemerintah daerah dan aparat di lapangan untuk menegakkannya. Kalau tegas, pasar akan cepat terkoreksi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, mengaku pihaknya juga ikut menyoroti maraknya kasus penyimpangan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi di berbagai daerah, termasuk di Lampung.

Nur Rakhman menilai, praktik nakal yang dilakukan oleh sebagian kios penyalur pupuk bersubsidi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan merugikan para petani kecil yang sangat bergantung pada bantuan tersebut.

"Dari pemerintah sebenarnya sudah banyak mekanisme yang dibangun untuk membantu para petani dalam mendapatkan pupuk. Seharusnya ini benar-benar dimanfaatkan untuk mempermudah masyarakat, bukan malah dijadikan ajang mencari keuntungan pribadi,” ujar Nur Rakhman, Selasa (14/10/2025).

Ia mengatakan, mekanisme pendistribusian pupuk subsidi yang sudah diatur dengan ketat seharusnya berjalan dengan transparan dan berkeadilan.

Namun, lanjut dia, dalam praktiknya masih banyak laporan dari masyarakat bahwa pupuk sulit dicari, bahkan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

"Harapan kami, pemerintah terutama Kementerian Pertanian harus bersikap tegas. Kalau ada oknum kios yang terbukti menaikkan harga atau menahan pupuk untuk kepentingan lain harus diberikan efek jera. Jangan sampai hal seperti ini terus berulang setiap tahun,” tegasnya.

Menurut Nur Rakhman, penyimpangan seperti ini mencerminkan lemahnya pengawasan di lapangan. Ia berharap, setiap pihak yang terlibat dalam rantai distribusi pupuk, mulai dari dinas terkait, distributor, hingga kios, memiliki kesadaran untuk bekerja sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu terus diawasi.

"Ini soal integritas dan tanggung jawab moral. Jangan sampai bekerja hanya karena diawasi. Harus ada kesadaran bersama bahwa pupuk bersubsidi itu hak petani, bukan komoditas untuk memperkaya diri sendiri,” jelasnya.

Ia melanjutkan, Ombudsman siap menerima laporan dari masyarakat jika menemukan adanya praktik penyelewengan pupuk di lapangan.

Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (DKPTPH) Provinsi Lampung mencatat, hingga September 2025, penyaluran pupuk bersubsidi di Lampung baru mencapai 51 persen.

"Secara keseluruhan, serapan pupuk bersubsidi di Lampung sudah 51 persen,” kata Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian Dinas KPTPH Provinsi Lampung, Tubagus M. Rifki, Selasa (14/10/2025).

Ia membeberkan, kuota pupuk Urea tahun 2025 sebanyak 358.701 ton, dan telah terealisasi sebanyak 170.775 ton atau 47,61 persen.

Kemudian, pupuk NPK dari kuota sebanyak 403.280 ton sudah terealisasi 212.644 ton atau 52,73 persen. Selanjutnya, pupuk NPK Formula Khusus dari kuota 13.606 ton telah tersalurkan 3.036 ton atau 22,32 persen.

Sementara itu, pupuk organik dari kuota 10.249 ton baru terealisasi 1.091 ton atau 10,65 persen. Untuk pupuk ZA dari kuota 999 ton, telah terealisasi 75 ton atau 0,08 persen.

Ia juga menanggapi adanya laporan mengenai kios yang menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Saat ini, pihaknya sedang melakukan konfirmasi dengan PT Pupuk Indonesia.

"Saya sedang konfirmasi dengan pihak Pupuk Indonesia terkait berita ini, karena kios merupakan kewenangan PT Pupuk Indonesia,” kata Tubagus.

Ia menjelaskan, PT Pupuk Indonesia akan melakukan verifikasi terhadap kios yang diduga menjual pupuk bersubsidi di atas HET.

"Jika kenaikan harga tersebut disebabkan adanya biaya tambahan pengiriman dari kios ke lokasi penebusan dan masih dalam batas wajar, maka izin kerja samanya dapat dibuka kembali,” paparnya.

Namun, lanjut Tubagus, jika terbukti kios sengaja menaikkan harga di atas HET, maka kerjasamanya akan diputus oleh PT Pupuk Indonesia. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 27 Oktober 2025 dengan judul "Pengamat Sarankan Buka Kanal Pengaduan Publik”

Editor Didik Tri Putra Jaya