Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 29 Oktober 2025

Harimau Sumatera di Batu Brak Terluka Jerat, Kini Dirawat Intensif Tim Medis TNBBS

Oleh Echa wahyudi

Berita
Proses evakuasi harimau Sumatera dari area perkebunan warga di Pemangku Kali Pasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat, Rabu (29/10/2025). Foto: Ist

Berdikari.co, Lampung Barat – Seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dievakuasi dari area perkebunan warga di Pemangku Kali Pasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat, Rabu (29/10/2025), ditemukan mengalami luka akibat jerat di dua bagian tubuhnya. Meski terluka, satwa langka tersebut kini dalam kondisi stabil dan sedang menjalani perawatan intensif oleh tim medis Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS).

Dari hasil pemeriksaan awal, harimau berjenis kelamin jantan dan berusia dewasa itu mengalami luka terbuka cukup dalam di bagian pinggang, serta bekas lilitan kawat pada salah satu kakinya. Luka tersebut diduga berasal dari jerat sebelum satwa itu masuk ke dalam kandang jebak yang dipasang petugas.

Dokter hewan BBTNBBS, drh. Erni Suyanti, mengatakan luka di bagian pinggang tampak serius karena sudah terbuka dan berpotensi terinfeksi jika tidak segera dirawat. Sementara luka di kaki menunjukkan tanda-tanda jeratan lama yang mulai mengering.

“Kondisi umum harimau cukup baik dan responsif, namun dua luka jerat di bagian pinggang dan kaki memerlukan penanganan intensif. Saat ini kami fokus pada pembersihan luka dan pemulihan kondisi fisiknya,” ujar Erni.

Ia menambahkan, tim medis juga akan melakukan serangkaian pemeriksaan lanjutan, mulai dari identifikasi morfologi, analisis pola loreng, hingga uji DNA untuk memastikan identitas satwa tersebut. Langkah ini penting untuk mengetahui apakah individu ini pernah terlibat dalam konflik dengan manusia di wilayah Suoh, Bandar Negeri Suoh (BNS), atau Batu Brak.

“Kami akan melakukan identifikasi lengkap melalui analisis pola loreng dan uji DNA. Dari hasil itu nanti bisa diketahui apakah ini individu yang sama dengan harimau yang sebelumnya terlibat konflik di wilayah lain,” jelasnya.

Selain pemeriksaan medis, tim juga memantau perilaku dan kondisi psikologis harimau selama masa karantina. Observasi ini menjadi dasar keputusan apakah satwa tersebut nantinya bisa dikembalikan ke habitat aslinya atau harus menjalani proses rehabilitasi terlebih dahulu.

“Setelah hasil pemeriksaan lengkap, laporan akan kami kirimkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen KSDAE. Dari sana akan ditentukan langkah teknis berikutnya, apakah dilepasliarkan atau direhabilitasi,” lanjutnya.

Untuk sementara, harimau itu ditempatkan di fasilitas karantina khusus dengan pengawasan ketat. Tim medis memastikan satwa mendapatkan pakan yang sesuai, antibiotik, serta perawatan luka setiap hari.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BBTNBBS, Agus Priyono, mengatakan evakuasi ini merupakan bagian dari upaya menekan konflik antara manusia dan satwa liar di wilayah Lampung Barat. Pemasangan kandang jebak dilakukan setelah warga melaporkan kemunculan harimau di sekitar perkebunan mereka dalam beberapa pekan terakhir.

“Langkah cepat tim di lapangan berhasil mencegah potensi konflik yang lebih besar. Kini satwa sudah diamankan dan sedang dipulihkan kesehatannya,” kata Agus.

Ia menegaskan bahwa konflik satwa liar di sekitar kawasan hutan kerap terjadi akibat berkurangnya habitat alami dan tekanan dari aktivitas manusia. Karena itu, pihaknya terus mengimbau masyarakat untuk tidak memasang jerat atau melakukan tindakan yang dapat melukai satwa dilindungi.

“Harimau Sumatera adalah simbol ekosistem yang sehat. Kalau populasinya terancam, berarti keseimbangan hutan juga terganggu. Kami berharap masyarakat ikut menjaga agar kejadian seperti ini tidak terulang,” ujarnya.

Dengan kondisi yang kini mulai stabil, harimau tersebut akan terus mendapatkan pemantauan medis hingga benar-benar pulih sebelum diputuskan nasib selanjutnya. Upaya penyelamatan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat kesadaran konservasi dan menjaga keberlangsungan salah satu spesies kunci ekosistem hutan Sumatera. (*)

Editor Sigit Pamungkas