Berdikari.co, Bandar Lampung – Kejaksaan Agung Republik Indonesia tengah memperkuat langkah pencegahan korupsi di tingkat desa melalui peluncuran aplikasi pengawasan berbasis digital bernama “Jaga Desa”. Langkah ini diambil menyusul meningkatnya kasus korupsi dana desa secara nasional dalam tiga tahun terakhir.
Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI, Reda Manthovani, mengungkapkan bahwa kasus korupsi yang melibatkan kepala desa terus mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Pada 2023 tercatat 187 kepala desa tersangkut kasus korupsi dana desa, meningkat menjadi 275 kasus pada 2024, atau naik sekitar 47,6 persen.
“Untuk tahun 2025, hingga September sudah ada 459 kepala desa yang terjerat kasus serupa. Angka ini naik sekitar 66 persen dibanding tahun sebelumnya, dan jika dihitung sejak 2023, peningkatannya lebih dari dua kali lipat,” kata Reda saat menghadiri kegiatan peningkatan kapasitas koperasi desa dan penyerahan bantuan CSR sarana UKM di Gedung Pusiban, Rabu (12/11/2025).
Meski peningkatan terjadi secara nasional, Reda menyebut jumlah kasus di Provinsi Lampung tergolong rendah. Namun, ia tetap mengingatkan agar pengawasan dan pelaporan keuangan desa tidak hanya bersifat administratif, melainkan benar-benar sesuai dengan prinsip akuntabilitas.
“Di Lampung ada beberapa kasus, tapi tidak banyak. Kami ingin tren ini terus menurun. Karena itu saya minta seluruh Kejati memperketat pengawasan dan memastikan laporan keuangan desa tidak sekadar formalitas,” ujarnya.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, Kejaksaan kini mendorong penerapan aplikasi “Jaga Desa”, sebuah platform digital yang dirancang membantu aparat desa dalam pengelolaan dana dan penyusunan laporan secara transparan.
Menurut Reda, sistem ini bukan untuk menakut-nakuti para kepala desa, melainkan sebagai panduan agar pengelolaan keuangan lebih tertib dan mudah diawasi.
“Kalau ada persoalan administratif, kami dorong untuk diselesaikan terlebih dahulu melalui pembinaan oleh Inspektorat. Penegakan hukum menjadi langkah terakhir jika terbukti ada pelanggaran serius,” jelasnya.
Ia menambahkan, Kejaksaan saat ini lebih menekankan pendekatan pemulihan dan pencegahan ketimbang sekadar penindakan. Tujuannya agar dana publik yang digunakan di tingkat desa benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
“Kalau memang ada penyimpangan, fokus kami bukan sekadar menghukum, tapi bagaimana keuangan negara yang hilang bisa dipulihkan kembali. Itulah pendekatan baru yang kami terapkan,” tegas Reda. (*)

berdikari









