Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 26 November 2025

Akademisi: Cabut HGU Perusahaan yang Tidak Patuh

Oleh Redaksi

Berita
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menyebut kewajiban alokasi 20 persen lahan HGU untuk kebun rakyat bukanlah program sukarela, tetapi syarat mutlak yang melekat pada izin HGU yang diberikan negara kepada perusahaan perkebunan.

"Kewajiban 20 persen bukan imbauan moral, tetapi perintah hukum yang tegas. Ketentuan ini melekat pada izin HGU dan bukan bagian dari CSR. Ketika perusahaan tidak menjalankannya, berarti mereka melanggar syarat perizinan," tegas Benny, Selasa (25/11/2025).

Menurut Benny, banyak perusahaan besar di Provinsi Lampung diduga belum menjalankan kewajiban tersebut secara nyata. Sebagian perusahaan hanya mencantumkan laporan administratif tanpa menyediakan lahan riil untuk kebun masyarakat sekitar.

"Realisasi kewajiban ini di Lampung masih jauh dari ideal. Ada perusahaan yang hanya melaporkan angka di atas kertas, tetapi tidak membangun kebun masyarakat sesuai standar," ungkapnya.

Benny menilai ketidakpatuhan perusahaan berpotensi memicu konflik agraria dan memperlebar kesenjangan ekonomi di daerah.

"Jika dibiarkan, ketidakpatuhan ini berpotensi memperkuat konflik agraria dan merusak kepercayaan publik terhadap regulasi agraria nasional," kata Benny.

Benny membeberkan beberapa alasan yang sering dijadikan dalih perusahaan, antara lain belum adanya detail teknis pembagian lahan, tumpang tindih klaim masyarakat atau kawasan hutan, serta biaya pembangunan kebun plasma yang dianggap mahal. Namun dari perspektif hukum, alasan tersebut tidak dapat menjadi justifikasi.

"Perusahaan memegang HGU bukan hanya hak atas tanah, tetapi tanggung jawab sosial yang harus dijalankan. Regulasi sudah jelas," ujarnya.

Benny menegaskan bahwa pemerintah memiliki instrumen sanksi yang jelas apabila perusahaan tidak memenuhi kewajiban alokasi 20 persen HGU, mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara, hingga pencabutan izin dan penolakan perpanjangan HGU.

Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 31 huruf b angka 1 PP No. 18 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa HGU dapat dibatalkan sebelum masa berlakunya berakhir apabila kewajiban dalam Pasal 27 tidak dipenuhi.

"Instrumen sanksi sudah tersedia. Pemerintah tinggal menjalankannya secara tegas dan konsisten," ujar Benny.

Benny meminta pemerintah melakukan verifikasi lapangan secara serius dan membuka data HGU kepada publik.

"Laporan perusahaan harus diaudit independen, dan data realisasi 20 persen harus dibuka agar masyarakat ikut mengawasi," tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) serta DPRD dalam pengawasan. "Keadilan agraria tidak boleh ditawar. Seluruh perusahaan pemegang HGU di Lampung wajib mematuhi aturan ini, dan pemerintah tidak boleh ragu menegakkannya," tegasnya. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 26 November 2025 dengan judul "Akademisi: Cabut HGU Perusahaan yang Tidak Patuh”

Editor Didik Tri Putra Jaya